Hubungan Faktor Iklim dengan Pertumbuhan Tanaman
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Agroekosistem secara teoritis telah dipahami, namun perlu pemahaman lebih dalam bagaimana hubungan antara subsistem dengan agroekosistem. Di alam jarang sekali ditemukan kehidupan yang secara individu terisolasi, biasanya suatu kehidupan lebih suka mengelompok atau membentuk koloni. Di dalam komunitas percampuran jenis-jenis tidak demikian saja terjadi, melainkan setiap spesies menempati ruang tertentu sebagai kelompok yang saling mengatur di antara mereka. Ada beberapa tipe agroekosistem yang dipelajari seperti : sub sistem sawah, sub sistem pekarangan, sub sistem tegal, sub sistem talun dan sub sistem perkebunan.
Tiap-tiap subsistem membutuhkan kajian yang berbeda untuk mengetahui diversitas yang ada di dalamnya dan bagaimana stabilitas setiap subsistem tersebut. Tiap-tiap subsistem pun memiliki siklus energi yang berbeda. Di dalam ekosistem ada aliran energi satu arah dari sinar matahari, ada input bahan atau material dan hara atau nutrisi lain, energi keluar sistem berupa panas dan juga bahan yang di keluarkan di dalam sistem ada kontrol umpan balik atau feedback energi, sehingga dalam aliran energi tersebut akan membentuk sutu siklus yang berkelanjutan, setiap siklus akan berjalan dan membentuk suatu kesimbangan. Oleh karena itu pengamatan akan pengolahan subsistem diperlukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan subsistem selanjutnya
2. Tujuan Praktikum
Praktikum Analisis Beberapa Tipe Agroekosistem bertujuan untuk mengantarkan mahasiswa agar memiliki pandangan pertanian sebagai kebutuhan utama manusia, namun lingkungan juga sebagai tempat hidup selamanya.
B. Tinjauan pustaka
Lapangan produksi ada bermacam – macam antara lain adalah lahan terbuka yang terdiri dari beberapa sub sistem antara lain sawah, tegalan, kebun buah, kebun sayur. Sawah sendiri terdiri dari beberapa macam, antara lain adalah sawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan. Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah; di lokasi sawah, terdapat pematang namun pada tegalan tidak ditemukan pematang (Supriyono, 2002).
Subsistem perkebunan berupa lahan luas yang hanya terdapat satu komoditas pertanian yang diusahakan dan permanen. System perkebunan perlu diutamakan tata rumah tangga yang sedikit atau sama sekali tertutup dimana di dalamnya terdapat suatu satuan unit tanah yang luas. Tanaman yang diusahakan biasanya kelapa sawit, karet, teh, kopi,dll (Beukering, 1981).
Pengairan lahan kering perlu memperhatikan sifat – sifat tanah. Lahan yang bersifat halus, sampai sangat halus dan struktur tanah remahmempumyai efisiensi pemakaian air lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar. Faktor – rgani yang mempengaruhi pengairan antara lain adalah iklim, ketersediaan sumber air, serta kebutuhan air tanaman
(Kurnia, 2004).
Bioma merupakan kategori dasar suatu komunitas yang memiliki ciri spesifik lingkungan abiotik dan organisme yang dominan. Daftar bioma utama dunia didiskripsikan antara lain subsistem sawah, sungai, tegal, talun, dan perkebunan. Setiap subsistem memiliki karakteristik yang berbada
(Whittaker, 1975).
Umumnya telah diketahui bahwa semakin tinggi diversitas atau keragaman, maka stabilitas juga meningkat. Pengendalian hama dengan pestisida seharusnya dipilih sebagai rganicive terakhir. Sedangkan waktu penggunaannyapun harus dalam waktu yang tepat, serta kondisi populasi hama juga harus dalam besaran tertentu. Hal pertama yang sebaiknya dilakukan anatara lain (dalam pemberantasan hama): dengan tanaman resisten (tahan hama), penggunaan predator dan parasit, serta dengan cara ekologis dan budidaya, seperti pergiliran tanaman, penggunaan perangkap cahaya dan lain – lain (Anonim, 2009).
1) Sub Sistem Sawah
Sawah adalah pertanian yang dilaksanakan di tanah yang basah atau dengan pengairan. Bersawah merupakan cara bertani yang lebih baik daripada cara yang lain, bahkan merupakan cara yang sempurna karena tanah dipersiapkan lebih dahulu, yaitu dengan dibajak, diairi secara teratur, dan dipupuk (Rustiadi, 2007).
Sawah bukaan baru dapat berasal dari lahan kering yang digenangi atau lahan basah yang dijadikan sawah. Hara N, P, K, Ca, dan Mg merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada lahan sawah bukaan baru. Hara N, P dan K merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada ultisol (Widowati et al., 1997).
Lahan untuk sawah bukaan baru umumnya mempunyai status kesuburan tanah yang rendah dan sangat rendah. Tanah-tanah di daerah bahan induknya volkan tetapi umumnya volkan tua dengan perkembangan lanjut, oleh sebab itu miskin hara, dengan kejenuhan basa rendah bahkan sangat rendah. Kandungan bahan organik, hara N, P, K dan KTK umumnya rendah (Suharta dan Sukardi, 1994).
Padi (oryza sativa l) tumbuh baik di daerah tropis maupun sub- tropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus- menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah yang lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk inilah sewaktu- waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah
(Suparyono dan Setyono, 1997).
Tanah yang baik untuk areal persawahan ialah tanah yang memberikan kondisi tumbuh tanaman padi. Kondisi yang baik untuk perumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat kemasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia
(Hanafiah, 2005).
2) Sub Sistem Pekarangan
Pekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan dengan sebuah bangunan. Tanah ini dapat diplester, dipakai untuk berkebun, ditanami bunga atau terkadang memiliki kolam. Pekarangan bisa berada di depan, di belakang, disamping sebuah bangunan, tergantung besar sisa tanah yang tersedia setelah dipakai untuk bangunan utamanya
(Anonim, 2009).
Lahan pekarangan beserta isinya merupakan satu kesatuan kehidupan yang saling menguntungkan. Sebagian dari tanaman dimanfaatkan untuk pakan ternak, dan sebagian lagi untuk manusia, sedangkan kotoran ternak digunakan sebagai pupuk kandang untuk menyuburkan tanah pekarnagn. Dengan demikian, hubungan antara tanah, tanaman, hewan piaraan, ikan dan manusia sebagai unit-unit di pekaranagn merupakan satu kesatuan terpadu (Pratiwi, 2004)
Pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak di sekitar rumah dan umumnya berpagar keliling. Di atas lahan pekarangan tumbuh berbagai ragam tanaman. Bentuk dan pola tanaman pekarangan tidak dapat disamakan, bergantung pada luas tanah, tinggi tempat, iklim, jarak dari kota, jenis tanaman. Pada lahan pekarangan tersebut biasanya dipelihara ikan dalam kolom , dan hewan piaraaan seperti ayam, itik, kambing, domba, kelinci, sapi dan kerbau. Keragaman tumbuhan dan bintang piaraan inilah yang menciptakan pelestarian lingkungan hidup pada pekarangan (Lunda, 1994).
Sistem agroforestri kompleks, merupakan suatu sistem pertanian menetap yang berisi banyak jenis tanaman (berbasis pohon) yang ditanam dan dirawat dengan pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini tercakup beraneka jenis komponen seperti pepohonan, perdu, tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah banyak. Kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder. Sistem agroforestri kompleks dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Pekarangan berbasis pepohonan
b. Agroforesty kompleks (Van Noordwijk et al, 1995).
Praktek agrikultur dengan intensitas rendah seperti perladangan berpindah, pekarangan tradisional, talun, rotasi lahan, menyisakan banyak proses ekosistem alami dan komposisi tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Sistem dengan intensitas tinggi, termasuk perkebunan modern yang seragam dan peternakan besar, mungkin merubah ekosistem secara keseluruhan sehingga sedikit sekali biota dan keistimewaan bentang alam sebelumnya yang tersisa (Karyono, 2000).
3) Sub Sistem Talun
Penanaman berbagai macam pohon dengan atau tanpa tanaman setahun (semusim) pada lahan yang sama sudah sejak lama dilakukan petani di Indonesia. Contoh ini dapat dilihat dengan mudah pada lahan pekarangan di sekitar tempat tinggal petani. Praktek ini semakin meluas belakangan ini khususnya di daerah pinggiran hutan dikarenakan ketersediaan lahan yang semakin terbatas. Konversi hutan alam menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversi menjadi lahan usaha lain. Maka lahirlah agroforestri sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian atau kehutanan. Ilmu ini berupaya mengenali dan mengembangkan keberadaan sistem agroforestri yang telah dikembangkan petani di daerah beriklim tropis maupun beriklim subtropis sejak berabad-abad yang lalu. Agroforestri merupakan gabungan ilmu kehutanan dengan agronomi, yang memadukan usaha kehutanan dengan pembangunan pedesaan untuk menciptakan keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan
(Foresta, 1999).
Hampir sama dengan subsistem tegal. Perbedaan antara tegal dan talon hanya pada luasnya saja. Pekarangan itu sendiri adalah bentuk pertanian dengan memanfaatkan pekarangan halaman sekitar rumah. Biasanya lahan pertanian pekarangan diberi batas/pagar. Jenis tanaman yang diusahakan pada lahan ini antara lain jagung, kedelai, kacang tanah, sayur-sayuran, kelapa dan buah-buahan. Cara bertanam saja hanya memanfaatkan lahan yang ada di sekitar rumah (biasanya dimiliki oleh penduduk desa). Namun memiliki tanaman yang jenis keanekaragaman tinggi (Anonim, 2009).
Talun merupakan salah satu komponen yang umum ditemukan pada agroekosistem di Jawa Barat. Talun adalah suatu tata guna lahan, dimana vegetasi yang menutupinya didominasi oleh berbagai jenis tumbuhan/tanaman berumur panjang (perennial) Talun telah lama dikenal oleh masyarakat pedesaan dan mempunyai beragam fungsi ekologi, sosial, dan ekonomi. (Soemarwoto, 1984).
Subsistem sawah biasanya berupa lahan sawah dengan tanaman utama berupa padi sawah dan tanaman pendamping berupa sayuran dan tanaman holtikultura lain. Sedangkan pada ekosistem talun (tegal pekarangan) biasanya berupa lahan pekarangan yang berdekatan dengan tempat tinggal petani dan jenis tanamannya antara lain pohon karet, aren, langsat, kelapa, kopi, kakao, melinjo, singkong, bayam, kacang panjang, dll (Anonim, 2009).
Praktek agrikultur dengan intensitas rendah seperti perladangan berpindah, pekarangan tradisional, talun, rotasi lahan, menyisakan banyak proses ekosistem alami dan komposisi tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Sistem dengan intensitas tinggi, termasuk perkebunan modern yang seragam dan peternakan besar, mungkin merubah ekosistem secara keseluruhan sehingga sedikit sekali biota dan keistimewaan bentang alam sebelumnya yang tersisa (Karyono, 2000).
4) Sub Sistem Tegal
Lapangan produksi ada bermacam macam antara lain adalah lahan terbuka yang terdiri dari sub sistem antara lain sawah, tegalan, kebun buah, dan kebun sayur. Sawah terdiri dari beberapa macam antara lain adalah sawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan. Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah di lahan sawah terdapat pematang, tapi di tegalan tidak ditemukan (Supriyono, 2002).
Tegalan adalah lahan kering yang ditanami dengan tanaman musiman atau tahunan, seperti padi ladang, palawija, dan holtikultura. Tegalan letaknya terpisah dengan halaman sekitar rumah. Tegalan sangat tergantung pada turunnya air hujan. Tegalan biasanya diusahakan pada daerah yang belum mengenal sistem irigasi atau daerah yang tidak memungkinkan dibangun saluran irigasi. Permukaan tanah tegalan tidak selalu datar. Pada musim kemarau keadaan tanahnya terlalu kering sehingga tidak ditanami. Tanaman utama di lahan tegalan adalah jagung, ketela pohon, kedelai, kacang tanah, dan jenis kacang-kacangan untuk sayur. Tanaman padi yang ditanam pada tegalan hanya panen sekali dalam satu tahun dan disebut padi gogo. Selain itu tanah tegalan dapat ditanami kelapa, buah-buahan, bambu, dan pohon untuk kayu bakar. Cara bertani di lahan tegalan menggunakan sistem tumpangsari, yaitu dalam sebidang lahan pertanian ditanami bermacam-macam tanaman (Anonim, 2009).
Pengairan lahan kering perlu memperhatikan sifat – sifat tanah. Lahan yang bersifat halus, sampai sangat halus dan struktur tanah remah mempumyai efisiensi pemakaian air lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang bertekstur kasar. Faktor – rgani yang mempengaruhi pengairan antara lain adalah iklim, ketersediaan sumber air, serta kebutuhan air tanaman (Kurnia, 2004).
Tegal pekarangan merupakan lahan yang letaknya disekitar pemukiman. Di subsistem tegal ini sistem pengairan mengandalkan curah hujan namun sudah ada campur tangan dari manusia. Tanaman yang biasanya ditanam berupa padi gogo, tanaman palawija dan tanaman pangan. (Adi,2001).
Subsistem sawah biasanya berupa lahan sawah dengan tanaman utama berupa padi sawah dan tanaman pendamping berupa sayuran dan tanaman holtikultura lain. Sedangkan pada ekosistem talun (tegal pekarangan) biasanya berupa lahan pekarangan yang berdekatan dengan tempat tinggal petani dan jenis tanamannya antara lain pohon karet, aren, langsat, kelapa, kopi, kakao, melinjo, singkong, bayam, kacang panjang, dll (Anonim, 2009).
5) Sub Sistem Perkebunan
Perkebunan merupakan usaha penanaman tumbuhan secara teratur sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan tanaman perdagangan. Perkebunan penting bagi bahan ekspor dan bahan industri. Jenis-jenis tanaman perkebunan khususnya di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kopi, teh, tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas, cengkih (Soerjani, 2007).
Pada sistem pengairan, pertanian lahan kering, kondisi topogragfi memegang peranan cukup penting dalam penyediaan air, serta menentukan cara dan fasilitas pengairan. Sumber – sumber air biasanya berada pada bagian yang paling rendah, sehingga air perlu dinaikkan terlebih dahulu agar pendistribusiannya merata dengan baik. Oleh karena itu, pengairan pada lahan kering dapat berhasil dan efektif pada wilayah yang datar datar – berombak (Kurnia, 2004)
Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan pertanian baik pada tingkat nasional maupun regional. Perkembangan kegiatan perkebunan di Provinsi Riau menujukkan trend yang semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin luasnya lahan perkebunan dan meningkatnya produksi rata-rata pertahun, dengan komoditas utama kelapa sawit, kelapa, karet, kakao dan tanaman lainnya. Peluang pengembangan tanaman perkebunan semakin memberikan harapan, hal ini berkaitan dengan semakin kuatnya dukungan pemerintah terhadap usaha perkebunan rakyat, tumbuhnya berbagai industri yang membutuhkan bahan baku dari produk perkebunan dan semakin luasnya pangsa pasar produk perkebunan (Anonim, 2009).
Sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor. Dimulai dengan bahan-bahan ekspor seperti karet, kopi, teh, dan coklat yang merupakan hasil utama, sampai sekarang sistem perkebunan berkembang dengan manajemen yang industri pertanian (Anonim,2005).
Subsistem perkebunan berupa lahan luas yang hanya terdapat satu komoditas pertanian yang diusahakan dan permanen. System perkebunan perlu diutamakan tata rumah tangga yang sedikit atau sama sekali tertutup dimana di dalamnya terdapat suatu satuan unit tanah yang luas. Tanaman yang diusahakan biasanya kelapa sawit, karet, teh, kopi,dll (Faris, 2007).
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Hasil Pengamatan
a. Sub Sistem Sawah
1) Profil tempat
a) Alamat : Kuwiran, Banyudono, Boyolali
b) Letak Astronomis : 110º 41? 46,1?? BT 7º 32?
14,8?? LS
c) Kemiringan Lereng : 2%
d) Tinggi Tempat : 169 mdpl
e) Luas : 5 ha
f) pH Tanah : 6
g) Kelembaban Tanah : 30%
h) Suhu Udara : 28ºC
i) Kelembaban Udara : 50%
j) Intensitas Cahaya : 1 lux
k) Batas : Utara : Jalan
Timur : SMA
Selatan : Kebun
Barat : Rumah
2) Pengelolaan Tanah : Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam konservasi tanah yaitu membajak sebelum penanaman dan menggunakan pola tanam monokultur.
3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih inpari 13, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk pelangi, pestisida reagen cair dan pengairan satu minggu sekali melalui saluran irigasi.
4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal persawahan yaitu gabah sebanyak 10 ton/ha dengan tiga kali panen dalam satu tahun. Jerami dan rumput yang digunakan untuk pakan ternak.
5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen.
b. Sub Sitem Pekarangan
1) Profil tempat
a) Alamat : Dukuh Nglarangan, Desa Teras
b) Letak Astronomis : 110º 40? 108?? BT 7º 32?
137?? LS
c) Kemiringan Lereng : 0%
d) Tinggi Tempat : 218 mdpl
e) Luas : 0,12 ha
f) pH Tanah : 7,2
g) Kelembaban Tanah : 0%
h) Suhu Udara : 30ºC
i) Kelembaban Udara : 43%
j) Intensitas Cahaya : 5390 fc (tidak ternaungi), 2200 fc (naungan)
k) Batas : Utara : Pekarangan
Timur : Rumah
Selatan : Rumah
Barat : Rumah
2) Pengelolaan Tanah : Usaha-usaha yang dilakukan dalam konservasi tanah dengan cara tradisional yakni menggunakan cangkul dengan pola tanam polikultur.
3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan benih bayam, papaya, cabai, rambutan, durian, pisang, petai, mangga, jeruk, dan kacang tanah, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk kandang, menggunakan pestisida organik dan pengairan tiap pagi dan sore.
4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal perkarangan yaitu benih bayam, papaya, dan cabai yang akan dijual. Seresah digunakan untuk pangan ternak.
5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah.
c. Sub Sistem Tegal
1) Profil tempat
a) Alamat : Dukuh Nglarangan, Desa Teras
b) Letak Astronomis : 110º 40? 4,6?? BT 7º 32?
11,5?? LS
c) Kemiringan Lereng : 1%
d) Tinggi Tempat : 215 mdpl
e) Luas : 0,07 ha
f) pH Tanah : 7
g) Kelembaban Tanah : 60%
h) Suhu Udara : 30ºC
i) Kelembaban Udara : 34%
j) Intensitas Cahaya : 57500 fc
k) Batas : Utara : Jalan Raya
Timur : Makam
Selatan : Tegal
Barat : Tegal
2) Pengelolaan Tanah : Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam konservasi tanah adalah dengan membajak menggunakan traktor dengan pola tanam monokultur.
3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih P21, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk urea dan pupul kandang, pestisida digunakan apabila terjadi serangan hama, dan pengairan minimal satu kali.
4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal tegal yaitu jagung sebanyak 12 kw/0,2 ha. Sisa tanaman digunakan untuk pakan ternak.
5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen.
d. Sub Sistem Talun
1) Profil tempat
a) Alamat : Desa Karangnduwet
b) Letak Astronomis : 110º 30? 26,2?? BT 7º 31? 19,9?? LS
c) Kemiringan Lereng : 5%
d) Tinggi Tempat : 475 mdpl
e) Luas :
f) pH Tanah : 7
g) Kelembaban Tanah : 0%
h) Suhu Udara : 30ºC
i) Kelembaban Udara : 38%
j) Intensitas Cahaya : 6670 fc (tidak ternaungi), 510 fc (naungan)
k) Batas : Utara : Sungai
Timur : Pemakaman
Selatan : Talun
Barat : Talun
2) Pengelolaan Tanah : Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam konservasi tanah dengan cara tradisional yakni menggunakan cangkul dengan pola tanam polikultur, dan pemupukan langsung disebar.
3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih singkong lokal dan pohon wiyu, pupuk yang digunakan yaitu dengan pupuk kandang dan seresah.
4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal persawahan yaitu singkong, kayu wiyu yang digunakan sebagai bahan untuk perbaikan rumah. Ranting pohon digunakan untuk kayu bakar, rumput untuk pakan ternak.
5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara pada tanaman singkong yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen, sedangkan pada tanaman wiyu menggunakan siklus hara tertutup.
e. Sub Sistem Perkebunan Karet
1) Profil tempat
a) Alamat : Afdeling, Galar Dowo
b) Letak Astronomis : 110º 30? 34,2?? BT 7º 15?
25,2?? LS
c) Kemiringan Lereng :
d) Tinggi Tempat : 425 mdpl
e) Luas : 927,01 ha (TM), 720 ha (TBM).
f) pH Tanah :
g) Kelembaban Tanah :
h) Suhu Udara : 33ºC
i) Kelembaban Udara : 35%
j) Intensitas Cahaya : 4610 fc (tidak ternaungi), 610 fc (naungan)
k) Batas : Utara : Perkebunan
Timur : Rumah
Selatan : Jalan Raya
Barat : Rumah
2) Pengelolaan Tanah : Usaha-usaha yang dilakukan dalam konservasi tanah dengan cara tradisional yaitu mencangkul sebelum penanaman dan menggunakan pola tanam monokultur.
3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih GT (Gondang Tapen), pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik (KCL, Urea, SP36) dan pupuk organic (pupuk kandang).
4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal perkebunan yaitu getah karet 37 ton/ha dengan tiap hari panen dalam satu pohon.
5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara tertutup.
f. Sub Sistem Perkebunan Kopi
1) Profil tempat
a) Alamat : Afedeling Asinan Kempul
b) Letak Astronomis :
c) Kemiringan Lereng :
d) Tinggi Tempat : 400-600 mdpl
e) Luas : 374,72 ha (TM), 19,44 ha (TBM)
f) pH Tanah :
g) Kelembaban Tanah :
h) Suhu Udara :
i) Kelembaban Udara :
j) Intensitas Cahaya :
k) Batas : Utara :
Timur :
Selatan :
Barat :
2) Pengelolaan Tanah : Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam konservasi tanah dengan cara teras gondang-gandung yaitu dengan pembuatan lubang pada sisi kanan atau kiri.
3) Input (masukan ke lahan) : Materi yang dimasukkan sehubungan dengan budi daya yaitu dengan jenis benih robusta sendiri dan kiriman dari jember, pupuk yang digunakan untuk tanaman menghasilkan yaitu pupuk urea, sedangkan untuk tanaman belum menghasilkan menggunakan pupuk NPK , pestisida yang digunakan yaitu laberador.
4) Output (hasil produk) : Hasil yang dibawa keluar dari areal perkebunan yaitu 1100 ton untuk dikirim ke pabrik.
5) Siklus Hara/Rantai Makanan : Siklus hara yang ada di dalam tanah termasuk siklus hara asiklik (terbuka) karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen.
2. Pembahasan
a. Sub Sistem Sawah
Sawah merupakan lahan pertanian yang terdapat pematang untuk menahan air agar dapat tergenang. Sub sistem sawah yang diamati terletak di desa Kuwiran, kecamatan Banyudono kabupaten Boyolali dengan letak astronomis 110º 41? 46,1?? BT 7º 32? 14,8?? LS. Ketinggian daerah terseebut adalah 169 mdpl dengan luas lahan sebesar 5 ha dengan ph yang cukup masam yaitu 6. Kelembaban tanah di daerah tersebut yaitu 30%,suhu udara 28ºC, kelembaban udara 50%, dan intensitas cahaya 1 lux. Batas-batas pada sub sistem yang kami amati yaitu batas sebelah utara adalah jalan raya Solo-Semarang, batas sebelah timur adalah SMA N 1 Banyudono, batas sebelah barat adalah pemukiman warga, dan batas sebelah selatan adalah kebun (pekarang).
Usaha-usaha yang dilakukan petani dalam konservasi tanah menggunakan pola tanam monokultur dan pembajakan tanah menggunakan traktor. Materi yang dimasukkan kedalam tanah sehubungan dengan budidaya yaitu benih Inpari 13, pupuk Pelangi, dan pestisida berupa Reagen cair. Pengairan dilakukan oleh para petani satu minggu sekali melalui saluran irigasi.
Hasil produksi setiap panen sekitar 30 ton/ha dengan tiga kali panen dalam satu tahun. Sisa tanaman yang berupa jerami dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pola tanam yang diterapkan menggunakan pola tanam SRI atau teratur dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Siklus hara yang terdapat di sub sistem sawah menggunakan siklus hara terbuka karena tidak ada unsur hara yang berasal dari sisa tanaman yang ditanam, semua unsur hara berasal dari pupuk kimia.
b. Sub Sistem Pekarangan
Sub sistem pekarangan yang diamati terletak di Dukuh Nglarangan, Desa Teras, kabupaten Boyolali dengan letak astronomis 110º 40? 108?? BT 7º 32? 137?? LS dan dengan kemiringan tanah 0%. Ketinggian daeraah tersebut adalah 218 mdpl digolongkan ke dalam daerah dataran rendah, luas pekarangan sebesar 0,12 ha dengan ph yang netral yaitu 7,2. Kelembaban tanah di daerah tersebut yaitu 0%, suhu udara 30ºC, kelembaban udara 43%, dan intensitas cahaya yang ternaungi sebesar 2200 fc, dan tidak ternaungi 5390 fc .
Batas-batas pada sub sistem yang kami amati yaitu batas sebelah utara adalah pekarangan belakang, batas sebelah timur adalah pemukiman warga, batas sebelah barat adalah pemukiman warga, dan batas sebelah selatan selatan adalah rumah. Usaha-usaha yang dilakukan dalam konservasi tanah menggunakan pola tanam polikultur dan pengelolaan secara tradisional dengan mencangkul. Materi yang dimasukkan kedalam tanah sehubungan dengan budidaya yaitu benih bayam, pepaaya, cabai, dan kacang tanah, menggunakan pupuk kandang atau organik, dan pestisida organik. Pengairan yang dilakukan tiap pagi dan sore.
Hasil dari prodiksi berupa benih papaya yang akan dijual untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sisa tanaman yang berupa seresah selain digunakan untuk pupuk juga digunakan untuk pakan ternak. Pola tanam yang diterapkan menggunakan pola tanam teratur dengan jarak tanam 1-1,5 m. Siklus hara yang terdapat di sub sistem pekarangan menggunakan siklus hara terbuka karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen.
c. Sub Sitem Tegal
Sub sistem tegal yang diamati terletak di Dukuh Nglarangan Desa Teras, dengan letak astronomis 110º 40? 4,6?? BT 7º 32? 11,5?? LS dengan kemiringan tanah 1%. Ketinggian daerah tersebut adalah 215 m dpl digolongkan ke dalam daerah dataran rendah dengan luas lahan 0,07 ha dan dengan ph yang netral, yaitu 7. Kelembaban tanah di daerah tersebut adalah 60%, suhu udara 30ºC, kelembaban udara 34%, dan intensitas cahaya 57500 fc.
Batas-batas sub sistem tersebut adalah batas sebelah utara adalah jalan raya Solo-Semarang, batas sebelah timur adalah pamakaman, batas sebelah barat adalah tegal, dan batas sebelah selatan adalah tegal. Usaha-usaha yang dilakukan dalam konservasi tanah dengan membajakan tanah menggunakan traktor, dimulai dengan membalik-balikan tanah pada bagian dalam agar tanah mengalami pertukaran udara.
Materi yang dimasukkan kedalam tanah sehubungan dengan budidaya yaitu benih P21, pupuk urea dan pupuk organik yang mulai diterapkan setelah adanya penyuluhan, dan pestisida digunakan apabila tanaman terserang hama. Hasil dari sub sistem tegal yang dibawa keluar yaitu jagung 12 kw/0,2 ha. Sisa tanaman yang berupa seresah dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan pupuk kompos. Pola tanam yang diterapkan yaitu polikultur dengan jenis tanaman jagung dan singkong, menggunakan pola tanam teratur dengan jarak tanam 35 x70 cm. Siklus hara yang terdapat di sub sistem tegal menggunakan siklus hara terbuka karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen.
d. Sub Sistem Talun
Sub sistem talun yang kita amati terletak di Desa Karangduwet, Kecamatan Boyolali, kabupaten Boyolali dengan letak astronomis 110º 30? 26,2?? BT 7º 31? 19,9?? LS dan kemiringan tanah sebesar 5%. Ketinggian daerah tersebut adalah 475 m dpl dan digolongkan ke dalam daerah dataran rendah, dengan ph yang netral yaitu 7. Kelembaban tanah di daerah tersebut adalah 0%, suhu udara 30ºC, kelembaban udara 38%, dan intensitas cahaya yang tidak ternaungi 6670 fc, dan yang ternaungi 510 fc.
Batas-batas pada sub sistem yang kami amati yaitu batas sebelah utara adalah sungai, batas sebalah timur adalah pemakaman, batas sebelah barat adalah talun, dan batas sebelah selatan adalah talun. Usaha-usaha yang dilakukan dalam konservasi tanah menggunakan pola tanam polikultur dan pengolahan secara tradisional dengan cangkul. Materi yang dimasukkan kedalam tanah sehubungan dengan budidaya yaitu benih singkong lokal dan pohon wiyu, pupuk yang digunakan menggunakan pupuk kandang dan seresah.
Hasil dari yang dihasilkan dari sub sistem tersebut adalah singkong yang digunakan sendiri tanpa panen, dan kayu wiyu digunakan untuk perbaikan rumah. Sisa tanaman berupa seresah digunakan untuk pupuk, ranting untuk kayu bakar dan rumput sebagai pakan ternak. Pola tanam yang diterapkan menggunakan pola tanam teratur dengan jarak tanam 79 x 180 cm. Siklus hara yang terdapat di sub sistem talun menggunakan siklus hara terbuka pada tanaman singkong karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen, dan siklus hara tertutup pada tanaman wiyu.
e. Sub Sistem Perkebunan Karet
Sub sistem perkebunan karet ini terletak di Afdeling Galar Dowo dengan letak astronomis 110º 30? 34,2?? BT 7º 15? 25,2?? LS. Ketinggian daerah tersebut adalah 425 m dpl dan digolongkan ke dalam daerah dataran rendah, luas lahan tersebut adalah 927,01 ha untuk tanaman menghasilkan dan 720 ha unutk tanaman belum menghasilakan. Suhu udara 30ºC, kelembaban udara 35%, dan intensitas cahaya 4610 fc untuk tanaman yang tidak ternauangi dan 610 fc untuk tanaman yang ternaungi.
Batas sebelah utara adalah perkebunan, batas sebelah timur adalah pemukiman, batas sebelah barat adalah pemukiman, dan batas sebelah selatan adalah jalan. Usaha-usaha yang dilakukan dalam konservasi tanah menggunakan pola tanam monokultur Materi yang dimasukkan kedalam tanah sehubungan dengan budidaya yaitu benih GT (Gondang Tapen), pupuk organik yaitu pupuk kandang dan pupuk anorganik berupa KCL, Urea, dan SP36. Hasil dari sub sistem perkebunan yang dibawa keluar yaitu 37 ton/ha dengan penyadapan tiga hari sekali dalam satu pohon sehingga dapat panen tiap harinya dengan berbeda pohon. Sisa tanaman yang berupa seresah dimanfaatkan sebagai pupuk. Pola tanam yang diterapkan menggunakan pola tanam teratur dengan jarak tanam 2 x 7 m. Siklus hara yang terdapat di sub sistem perkebunan karet menggunakan siklus hara tertutup.
f. Sub Sistem Perkebunan Kopi
Sub sistem perkebunan yang kita amati terletak di Afdeling Asinan Kempul. Ketinggian daerah tersebut adalah 400-600 mdpl dan digolongkan ke dalam daerah dataran rendah dengan luas 424,58 ha. Usaha-usaha yang dilakukan dalam konservasi tanah menggunakan pola tanam monokultur dan menggunakan pengelolaan dengan pembuatan lubang pada sisi kanan atau kiri dengan panjang 1 m lebar 40 cm dan kedalaman 50 cm. Pengelolaan jenis ini bertujuan untuk pernapasan, penampung air dan tempat pemupukan.
Materi yang dimasukkan kedalam tanah sehubungan dengan budidaya yaitu benih sendiri dan kiriman dari Jember, pupuk urea dengan dosis 284 gram/pohon untuk tanaman menghasilkan dan NPK untuk tanaman belum menghasilkan, dan pestisida berupa laberador untuk pemusnah semut dan kutu putih. Hasil dari sub sistem perkebunan kopi yang dibawa keluar yaitu 1100 ton yang akan langsung dikirim ke pabrik dan rata-rata panen yaitu 2935 kg/ha. Pola tanam yang diterapkan menggunakan pola tanam teratur. Siklus hara yang terdapat di sub sistem perkebunan menggunakan siklus hara terbuka karena tidak adanya seresah-seresah yang tertinggal di tanah setelah panen.
D. Komprehensif
Setiap sub sistem membutuhkan pengelolaan yang berbeda. Di dalam pengelolaan lahan tersebut juga perlu diperhatikan kesesuaian lahan pada jenis komoditas yang akan diusahakan. Hal ini dikarenakan tanaman mempunyai kebutuhan akan zat hara yang berbeda, dan setiap sub sistem mempunyai perbedaan dalam unsur yang terkandung.
Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari bgaimana cara melakukan pengairan dan siklus hara yang terjadi di setia sub sistem. Sebagai contoh adalah pengolahan sub sistem sawah dan sub sistem talun yang berbeda. Sub sistem sawah memerlukan perhatian yang intensif berkaitan dengan segala macam pengelolaan lahan, sedangkan pengelolaan sub sistem talun tidak terlalu memerlukan perhatian intenseif bahka sering kali petani membiarkan sub sistem talun vegitu saja tanpa ada perhatian khusus.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Setiap sub sistem mempunyai karakteristik yang berbeda. Begitupun dengan cara pengolahan yang dilakukan juga berbeda. Sehingga setiap sub sistem memiliki beberapa komoditas khusus yang dapat dibudidayakan di sub sistem tersebut.
Sistem perputaranhara dibedakan menjadi sistem hara terbuka dan sistem hara tertutup. Sub sistem yang mempunyai unsur hara tertutup antara lain talun dan perkebunan karet. Sub sistem yang mempunyai unsur hara terbuka antara lain sawah, tegal, pekarangan, dan perkebunan karet. Dalam sub sistem sawah, perkebunan, dan tegal pola penanaman yang dilakukan adalah pola monokultur. Sedangkan pada sub sisem talun dan pekarangan pola penanamannya adalah polikultur.
2. Saran
Diharapkan para petani lebih mengenali jenis lahan yang diolahnya sehingga dapat memilih dengan tepat jenis komoditas yang akan diusahakan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi. 2001. Pekarangan. www.pustaka-deptan.go.id. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Anonim,2009. Subsistem. www.pustaka-deptan.go.id. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Anonim. 2005. Sumber Daya Lahan Pertanian. Jurnal Agrosains 1(1) : 66-67. Balitbang. Bogor
Anonim. 2009. Pengertian Pekarangan. http:/www.wikipedia.org/wiki. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Anonim. 2009. Pengertian Tegalan. http:/www.wikipedia.org/wiki/tegalan. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Anonim. 2009. Pentingnya Perkebunan di Indonesia. www.indonesia.go.id. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Barchia, Faris. 2007. Subsistem dan Pengaruh. IKIP Semarang : Semarang Press
Beukering. 1981. Keragaman dan Analisis Pengkajian Sistem Usaha Tani Berbasis Padi di Kabupaten Lamongan. Jurnal Teknologi dan Informasi. 3(1): 43-47
Hanafiah. 2005. Tanah Sawah. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Karyono, 2000. Menejemen Agroekosistem. http://www.foxitsoftware.com. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Kurnia, 2004. Lahan Kering. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Kurnia, Undang. 2004. Prospek Pengairan Pertanian Tanaman Semusim Lahan Kering. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Jurnal Litbang Pertanian
Lunda.1994.Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pekarangan Untuk Warung Hidup Di Desa Girigondo Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo. Semarang:Universitas Diponegoro
Michon, G. and H. de Foresta. 1999. Agro-forests: incorporating a forest vision in agroforestry. CRC Press, Lewis Publishers: 381-406.
Noordwijk,van et al.1995. Sistem Agroforesty. http://www.worldagroforestry.org. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Pratiwi, D.A (dkk). 2004. Biologi SMA. Erlangga. Jakarta
Rustiadi. 2007. Tanah Pekarangan. www. acehforum.ac.id. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Soemarwoto. 1984. Menejemen Agroekosistem. http://www.foxitsoftware.com. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Soerjani. 2007. Lingkungan Hidup. Jakarta:Universitas Indonesia Press
Suharta, N, Alkasuma, dan H. Suhendra. 1994. Karakteristik tanah dan penyebarannya di daerah irigasi Air Kasie II, Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Bogor.
Suparyono dan Setyono. 1997. Tanah Sawah. http://repository.usu.ac.id. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Supriyono. 2002. Agroekosistem Sawah dan Tegal. Jurnal Pengantar Ilmu Pertanian. 5(3) : 48-51.
Supriyono. 2002. Pengantar Ilmu Pertanian. Surakarta:UNS Press
Whittaker. 1975. Agroekosistem Lahan Gambut. http://faizbarchia.blogspot.com. Diakses pada tanggal 3 November 2011
Widowati. 2000. Pengaruh pengolahan tanah, pengairan terputus, dan pemupukan terhadap produktivitas lahan sawah bukaan baru pada Inceptisols dan Ultisols Muarabeliti dan Tatakarya. Jurnal Tanah dan Iklim 18: 29-38.
0 komentar:
Posting Komentar