06.49
0

BAB I
PENDAHULUAN

Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.
Menurut Chaplin (1999), kompetisi adalah saling mengatasi dan berjuang antara dua individu, atau antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama. Kompetisi dalam istilah biologi berarti persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan kebutuhan tersebut kompetisi dibagi menjadi:
1. Kompetisi teritorial yaitu kompetisi untuk memperebutkan wilayah atau teritori tempat tinggal organisme, hal ini berkaitan dengan kompetisi selanjutnya.
2. Kompetisi makanan yaitu kompetisi untuk memperebutkan mangsa atau makanan dari wilayah-wilayah buruan.
Kompetisi juga dapat dibagi menjadi:
1. Kompetisi intra spesifik adalah kompetisi pada organisme dalam satu spesies
2. kompetisi interspesifik adalah kompetisi pada organisme yang berbeda spesiesnya.
Kompetisi dapat berakibat positif atau negatif bagi salah satu pihak organisme atau bahakn berakibat negatif bagi keduanya. Kompetisi tidak selalu salah dan diperlukan dalam ekosistem, untuk menunjang daya dukung lingkungan dengan mengurangi ledakan populasi hewan yang berkompetisi.
Interaksi adalah hubungan antara makhluk hidup yang satu dengan yang lainnya. Ada dua macam interaksi berdasarkan jenis organisme yaitu intraspesies dan interspesies. Interaksi  adalah hubungan antara organisme yang berasal dari satu spesies, sedangkan interaksi interspesies adalah hubungan yang terjadi antara organisme yang berasal dari spesies yang berbeda. Secara garis besar interaksi intraspesies dan interspesies dapat dikelompokkan menjadi beberapa bentuk dasar hubungan, yaitu :
1. Netralisme yaitu hubungan antara makhluk hidup yang tidak saling menguntungkan dan tidak saling merugikan satu sama lain,
2. Mutualisme yaitu hubungan antara dua jenis makhluk hidup yang saling menguntungkan, bila keduanya berada pada satu tempat akan hidup layak tapi bila keduanya berpisah masing-masing jenis tidak dapat hidup layak,
3. Parasitisme yaitu hubungan yang hanya menguntungkan satu jenis makhluk hidup saja, sedangkan jenis lainnya dirugikan,
4. Predatorisme yaitu hubungan pemangsaan antara satu jenis makhluk hidup terhadap makhluk hidup yang lain,
5. Kooperasi adalah hubungan antara dua makluk hidup yang bersifat saling membantu antara keduanya,
6. Kompetisi adalah bentuk hubungan yang terjadi akibat adanya keterbatasan sumber daya alam pada suatu tempat,
7. Komensalisme adalah hubungan antara dua makhluk hidup, makhluk hidup yang satu mendapat keuntungan sedang yang lainnya tidak dirugikan
8. Antagonis adalah hubungan dua makhluk yang berlawanan sifatnya.

BAB II
ISI

A. Kompetisi Antara Tanaman dengan Gulma
Produksi tanaman pertanian, baik yang diusahakan dalam bentuk pertanian rakyat ataupun perkebunan besar ditentukan oleh beberapa faktor antara lain hama, penyakit dan gulma. Kerugian akibat gulma terhadap tanaman budidaya bervariasi, tergantung dari jenis tanamannya, iklim, jenis gulmanya, dan tentu saja praktek pertanian di samping faktor lain. Di negara yang sedang berkembang, kerugian karena gulma tidak saja tinggi, tetapi juga mempengaruhi persediaan pangan duniaTanaman perkebunan juga mudah terpengaruh oleh gulma, terutama sewaktu masih muda. Apabila pengendalian gulma diabaikan sama sekali, maka kemungkinan besar usaha tanaman perkebunan itu akan rugi total. Pengendalian gulma yang tidak cukup pada awal pertumbuhan tanaman perkebunan akan memperlambat pertumbuhan dan masa sebelum panen. Beberapa gulma lebih mampu berkompetisi daripada yang lain (misalnya Imperata cyndrica), yang dengan demikian menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Persaingan antara gulma dengan tanaman yang kita usahakan dalam mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas. Cramer (1975) menyebutkan kerugian berupa penurunan produksi dari beberapa tanaman dalah sebagai berikut : padi 10,8 %; sorgum 17,8 %; jagung 13 %; tebu 15,7 %; coklat 11,9 %; kedelai 13,5 % dan kacang tanah 11,8 %. Menurut percobaan-percobaan pemberantasan gulma pada padi terdapat penurunan oleh persaingan gulma tersebut antara 25-50 %. Gulma mengkibatkan kerugian-kerugian yang antara lain disebabkan oleh :
1. Persaingan antara tanaman utama sehingga mengurangi kemampuan berproduksi, terjadi persaingan dalam pengambilan air, unsur-unsur hara dari tanah, cahaya dan ruang lingkup.
2. Pengotoran kualitas produksi pertanian, misalnya pengotoran benih oleh biji-biji gulma.
3. Allelopathy yaitu pengeluaran senyawa kimiawi oleh gulma yang beracun bagi tanaman yang lainnya, sehingga merusak pertumbuhannya.
4. Gangguan kelancaran pekerjaan para petani, misalnya adanya duri-duri Amaranthus spinosus, Mimosa spinosa di antara tanaman yang diusahakan.
5. Perantara atau sumber penyakit atau hama pada tanaman, misalnya Lersia hexandra dan Cynodon dactylon merupakan tumbuhan inang hama ganjur pada padi.
6. Gangguan kesehatan manusia, misalnya ada suatu gulma yang tepung sarinya menyebabkan alergi.
7. Kenaikkan ongkos-ongkos usaha pertanian, misalnya menambah tenaga dan waktu dalam pengerjaan tanah, penyiangan, perbaikan selokan dari gulma yang menyumbat air irigasi.
8. Gulma air mngurangi efisiensi sistem irigasi, yang paling mengganggu dan tersebar luas ialah eceng gondok (Eichhornia crssipes). Terjadi pemborosan air karena penguapan dan juga mengurangi aliran air. Kehilangan air oleh penguapan itu 7,8 kali lebih banyak dibandingkan dengan air terbuka. Di Rawa Pening gulma air dapat menimbulkan pulau terapung yang mengganggu penetrasi sinar matahari ke permukaan air, mengurangi zat oksigen dalam air dan menurunkan produktivitas air.
Dalam kurun waktu yang panjang kerugian akibat gulma dapat lebih besar dari pada kerugian akibat hama atau penyakit. Di negara-negara sedang berkembang (Indonesia, India, Filipina, Thailand) kerugian akibat gulma sama besarnya dengan kerugian akibat hama.
Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk berproduksi. Persaingan atau kompetisi antara gulma dan tanaman yang kita usahakan di dalam menyerap unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah, dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas dan kuantitas.
Persaingan Memperebutkan Unsur Hara
Setiap lahan berkapasitas tertentu didalam mendukung pertumbuhan berbagai pertanaman atau tumbuhan yang tumbuh di permukaannya. Jumlah bahan organik yang dapat dihasilkan oleh lahan itu tetap walaupun kompetisi tumbuhannya berbeda; oleh karena itu jika gulma tidak diberantas, maka sebagian hasil bahan organik dari lahan itu berupa gulma. Hal ini berarti walaupun pemupukan dapat menaikkan daya dukung lahan, tetapi tidak dapat mengurangi komposisi hasil tumbuhan atau dengan kata lain gangguan gulma tetap ada dan merugikan walaupun tanah dipupuk.
Yang paling diperebutkan antara pertanaman dan gulma adalah unsur nitrogen, dan karena nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, maka ini lebih cepat habis terpakai. Gulma menyerap lebih banyak unsur hara daripada pertanaman. Pada bobot kering yang sama, gulma mengandung kadar nitrogen dua kali lebih banyak daripada jagung; fosfat 1,5 kali lebih banyak; kalium 3,5 kali lebih banyak; kalsium 7,5 kali lebih banyak dan magnesium lebih dari 3 kali. Dapat dikatakan bahwa gulma lebih banyak membutuhkan unsur hara daripada tanaman yang dikelola manusia.
Persaingan Memperebutkan Air
Sebagaimana dengan tumbuhan lainnya, gulma juga membutuhkan banyak air untuk hidupnya. Jika ketersediaan air dalam suatu lahan menjadi terbatas, maka persaingan air menjadi parah. Air diserap dari dalam tanah kemudiaan sebagian besar diuapkan (transpirasi) dan hanya sekitar satu persen saja yang dipakai untuk proses fotosintesis. Untuk tiap kilogram bahan organik, gulma membutuhkan 330-1900 liter air. Kebutuhan yang besar tersebut hampir dua kali lipat kebutuhan pertanaman. Contoh gulma Helianthus annus membutuhkan air sebesar 2,5 kali tanaman jagung. Persaingan memperebutkan air terjadi serius pada pertanian lahan kering atau tegalan.
Persaingan Memperebutkan Cahaya
Apabila ketersediaan air dan hara telah cukup dan pertumbuhan berbagai tumbuhan subur, maka faktor pembatas berikutnyaa adalah cahaya matahari yang redup (di musim penghujan) berbagai pertanaman berebut untuk memperoleh cahaya matahari. Tumbuhan yang berhasil bersaing mendapatkan cahaya adalah yang tumbuh lebih dahulu, oleh karena itu tumbuhan itu lebih tua, lebih tinggi dan lebih rimbun tajuknya. Tumbuhan lain yang lebih pendek, muda dan kurang tajuknya, dinaungi oleh tumbuhannya yang terdahulu serta pertumbuhannya akan terhambat.

B. Kompetisi Antar Tanaman Budidaya (Tumpangsari Ubikayu dan Kacang Tanah)
Jumlah populasi tanaman yang akan ditanam dalam satu satuan luas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan hasil yang akan dicapai. Penanaman dengan populasi tanaman kurang dari 55.000/ hektar akan menghasilkan tanaman yang lebih sehat dan kokoh. Hal ini disebabkan karena rendahnya kompetisi penyerapan unsur hara, air, tempat tumbuh dan sinar matahari yang rendah antar tananam. Rendahnya populasi ini akan berpengaruh pada hasil pipilan yang didapat. Penanaman dengan populasi yang rendah ini disarankan di daerah yang marginal (kurang subur) dan sumber air yang terbatas.
Penanaman populasi yang tinggi akan memberikan dampak positif terhadap jumlah tanaman akan tetapi akan menurunkan hasil karena akan menyebabkan persaingan yang sangat ketat antar tanaman terhadap unsur hara, air, media tumbuh, sinar matahari sehingga ukuran lebih kecil, batang lebih kecil dan tanaman berpotensi mudah roboh. Penurunan hasil ini disebabkan karena penurunan jumlah biji per tanaman ini lebih besar dibandingkan dengan penambahan jumlah tongkol dan berat biji, karena kerapatan tanaman.

Ubikayu biasa ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dengan kacang-kacangan. Sebagian besar budidaya ditujukan untuk bahan baku industri tepung dan pakan, sehingga varietas yang ditanam dipilih yang mempunyai kadar pati tinggi. Untuk keperluan konsumsi langsung bisa dipilih varietas yang memiliki tekstur dan rasa enak.
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya ubikayu dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda.
Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh pertumbuhan dan produksi secara optimal.
Kesuburan tanah sangat mutlak diperlukan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada satu petak lahan antar tanaman. Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal.
Sebaran sinar matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsari. Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sentesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan.
Antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko serangan hama maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari. Sebaiknya ditanam tanam-tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan.
Pertumbuhan tanaman di lahan kering sangat dipengaruhi oleh keadaan curah hujan. Untuk menghindari resiko kegagalan panen, pemilihan waktu tanam dan varietas harus tepat. Apabila waktu tanam pada suatu lokasi pengembangan telah diketahui, maka langkah selanjutya adalah menyusun pola tanam. Dalam penyusunan pola tanam, selain aspek biofisik, pola tanam yang telah berkembang pada masyarakat setempat juga harus diperhatikan, sehingga pola tanam yang dikembangkan bukan merupakan sesuatu yang baru sama sekali tetapi merupakan pengembangan dari pola tanam yang telah ada.
Dalam melakukan tumpangsari, yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan
Tanaman kacang tanah membutuhkan tanah yang gembur dengan tekstur lempung berpasir atau debu berpasir, drainase dan kesuburan baik, bulan kering kurang dari 4 bulan dengan curah hujan 1.500-2.000 mm/tahun, suhu antara 250-270 Celcius, kedalaman tanah lebih dari 40 cm, pH antara 5,5-6,5 dan ketinggian antara 1-400 meter di atas permukaan laut.
Pada kedua kelas lahan yang sesuai untuk pengembangan kacang tanah tersebut perlu dikombinasikan dengan kelembaban tanah cukup (65-75% kapasitas lapang) sejak benih ditanam hingga polong mengisi penuh. Pada lahan kering, kebutuhan air untuk kacang tanah dari curah hujan sekitar 250 mm/bulan pada bulan pertama tanaman tumbuh, diikuti 150-250 mm pada bulan kedua, dan 100 mm pada bulan ketiga. Oleh karena itu musim tanam yang paling tepat adalah pada MH-2/MK I (Februari-Juni).
Untuk dapat berproduksi optimal, ubikayu memerlukan curah hujan 150-200 mm pada umur 1-3 bulan, 250-300 mm pada umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm pada fase menjelang dan saat panen. Berdasarkan karakteristik iklim di Indonesia dan kebutuhan air tersebut, ubikayu dapat dikembangkan di hampir semua kawasan, baik di daerah beriklim basah maupun beriklim kering sepanjang air tersedia sesuai dengan kebutuhan tanaman tiap fase pertumbuhan. Pada umumnya daerah sentra produksi ubikayu memiliki tipe iklim C, D, dan E serta jenis lahan yang didominasi oleh tanah alkalin dan tanah masam, kurang subur, dan peka terhadap erosi.
2. Varietas Unggul
Pemilihan varietas untuk setiap wilayah di lahan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat dengan memperhatikan: (a) keinginan pasar, (b) kesuburan tanah, (c) iklim, (d) endemis kronis hama dan penyakit kacang tanah di wilayah yang bersangkutan, dan (e) relatif berumur pendek.
Gunakan varietas unggul ubikayu yang mempunyai potensi hasil tinggi, disukai konsumen, dan sesuai untuk daerah penanaman. Sebaiknya varietas unggul yang dibudidayakan memiliki sifat toleran kekeringan, toleran lahan pH rendah dan/atau tinggi, toleran keracunan Al, dan efektif memanfaatkan hara P yang terikat oleh Al dan Ca, seperti: varietas Adira-4, Malang-6, UJ3, dan UJ5.
Jika produksi ubikayu ubikayu ditujukan untuk bahan baku industri tapioka atau tepung/serbuk ubikayu atau dikonsumsi langsung dalam bentuk ubikayu goreng atau rebus, disarankan menggunakan varietas unggul yang dilepas tahun 1978 yang memiliki rasa enak dan kualitas rebus yang baik, seperti: Adira-1, Malang-1, dan Darul Hidayah. Sisanya, termasuk Adira-4 yang dilepas tahun 1987 dan sampai sekarang masih cukup luas ditanam petani namun memiliki rasa pahit. Selain itu, yang dilepas terakhir yaitu: Malang-4 dan Malang-6. Juga varietas UJ-3 dan UJ-5 yang dilepas kemudian.
Jika produksi ubikayu ditujukan untuk bahan baku bioethanol, harus memenuhi kriteria, yaitu: (1) berkadar pati tinggi; (2) Potensi hasil tinggi; (3) Tahan cekaman biotik dan abiotik; dan (4) Fleksibel dalam usahatani dan umur panen. Dari 16 varietas unggul ubikayu yang telah dilepas Departemen Pertanian hingga saat ini, Adira-4, Malang-6, UJ-3, dan UJ-5 memiliki karakter yang sesuai dengan kriteria tersebut. Sifat penting dari keempat varietas ini adalah: (1) Daun tidak cepat gugur; (2) Adaptif pada tanah ber-pH tinggi dan rendah; (3) Adaptif pada kondisi populasi tinggi sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma; dan (4) Dapat dikembangkan pada pola tumpang sari (Wargiono, dkk., 2006).
3. Teknologi Budidaya
a) Penyiapan Benih
Penggunaan benih berkualitas merupakan syarat utama dalam budidaya kacang tanah. Dengan menggunakan benih bermutu, populasi tanaman akan optimal, pertumbuhan tanaman seragam. Benih yang akan ditanam sebaiknya memenuhi kriteria (a) murni dan seragam, (b) daya tumbuh lebih dari 90%, (c) bebas hama dan penyakit, (d) varietas unggul.
Hasil yang tinggi dapat diperoleh bila tanaman tumbuh optimal dan seragam dengan populasi yang penuh. Kondisi tersebut dapat dicapai bila bibit yang digunakan memenuhi kriteria tujuh tepat, yaitu: waktu, kuantitas, kualitas, harga, tempat, dan kontiniutas. Faktor penghambat penyediaan bibit dengan kriteria tersebut adalah: (1) Varietas unggul ubikayu sulit berkembang karena mahalnya biaya transportasi bibit; (2) Tingkat penggandaan bibit rendah sehingga insentif bagi penangkar juga rendah; (3) Daya tumbuh bibit cepat turun bila penyimpanan lama; dan (4) Sebagian besar petani belum memerlukan bibit berlabel dari penangkar benih. Untuk mengatasai masalah tersebut diperlukan sistem penangkaran benih secara insitu baik yang dikelola kelompok tani maupun petani secara individu.
Sumber bibit ubikayu berasal dari pembibitan tradisional berupa stek yang diambil dari tanaman yang berumur lebih dari 8 bulan dengan kebutuhan bibit untuk sistem budidaya ubikayu monokultur adalah 10.000-15.000 stek/ha (Tim Prima Tani, 2006). Untuk satu batang ubikayu hanya diperoleh 10-20 stek sehingga luas areal pembibitan minimal 20% dari luas areal yang akan ditanami ubikayu. Asal stek, diameter bibit, ukuran stek, dan lama penyimpanan bibit berpengaruh terhadap daya tumbuh dan hasil ubikayu. Bibit yang dianjurkan untuk ditanam adalah stek dari batang bagian tengah dengan diameter batang 2-3 cm, panjang 15-20 cm, dan tanpa penyimpanan.
b) Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan berupa pengolahan tanah bertujuan untuk: (1) Memperbaiki struktur tanah; (2) Menekan pertumbuhan gulma; dan (3) Menerapkan sistem konservasi tanah untuk memperkecil peluang terjadinya erosi. Tanah yang baik untuk budidaya ubikayu adalah memiliki struktur gembur atau remah yang dapat dipertahankan sejak fase awal pertumbuhan sampai panen. Kondisi tersebut dapat menjamin sirkulasi O2 dan CO2 di dalam tanah terutama pada lapisan olah sehingga aktivitas jasad renik dan fungsi akar optimal dalam penyerapan hara.
Untuk memperoleh struktur tanah gembur dan drainase yang baik, tanah harus dibajak sedalam 20-25 cm dan digemburkan. Permukaan tanah diratakan dan butir tanah dihaluskan. Pupuk kandang sebanyak 5-10 ton/ha dan pupuk P ditaburkan merata pada saat pengolahan tanah agar teraduk masuk ke dalam tanah. Bila petakan lebarnya lebih dari 4 meter, perlu dibuat bedengan setiap lebar 2 m, yang dibatasi dengan selokan atau parit selebar 25 cm dan dalamnya 20 cm. Tanah galian dari parit ditebarkan di atas petakan, sehingga permukaan petakan agak lebih tinggi. Bedengan perlu dipertahankan tanahnya tetap gembur, tidak padat, drainasenya baik dan kelembabanya cukup. Pembuatan selokan drainase terutama dilakukan untuk penanaman kacang tanah pada MH-I (Oktober- November).



c) Tanam
Tanam dilakukan pada awal penghujan (Oktober-November) dan akhir penghujan (Februari-Maret). Salah satu pola tanam di lahan tegal pada MH I adalah ubi kayu monokultur, tumpangsari antara ubikayu-kacang tanah dengan populasi masing-masing 100%. Dengan mengubah tata letak tanaman ubikayu menjadi baris ganda, maka memungkinkan kacang tanah ditanam kembali pada MH II di antara tanaman ubikayu baik setelah jagung, padi gogo atau kacang tanah pertama. Hal ini berarti akan terjadi penambahan luas pertanaman kacang tanah. Dengan menambah intensitas tanam berarti akan meningkatkan produksi dan sekaligus menambah pendapatan petani.
Untuk ubi kayunya dapat dengan cara stek ditanam di guludan dengan jarak antar barisan tanaman 80-130 cm dan dalam barisan tanaman 60-100 cm untuk sistem monokultur.Sedangkan jarak tanam ubikayu untuk sistem tumpangsari dengan kacang tanah, kedelai, atau kacang hijau adalah 200x100 cm (Hilman, dkk., 2004), dan jarak tanam tanaman sela yang efektif mengendalikan erosi dan produktivitasnya tinggi adalah 40cm antara barisan dan 10-15 cm dalam barisan. Penanaman stek ubikayu disarankan pada saat tanah dalam kondisi gembur dan lembab atau ketersediaan air pada lapisan olah sekitar 80% dari kapasitas lapang. Tanah dengan kondisi tersebut akan dapat menjamin kelancaran sirkulasi O2 dan CO2 serta meningkatkan aktivitas mikroba tanah sehingga dapat memacu pertumbuhan daun untuk menghasilkan fotosintat secara maksimal dan ditranslokasikan ke dalam umbi secara maksimal pula.
Posisi stek di tanah dan kedalaman tanam dapat mempengaruhi hasil ubikayu. Stek yang ditanam dengan posisi vertikal (tegak) dengan kedalaman sekitar 15cm memberikan hasil tertinggi baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Penanam stek dengan posisi vertikal juga dapat memacu pertumbuhan akar dan menyebar merata di lapisan olah. Stek yang ditanam dengan posisi miring atau horizontal (mendatar), akarnya tidak terdistribusi secara merata seperti stek yang ditanam vertikal pada kedalaman 15 cm dan kepadatannya rendah.
d) Pemupukan
Pemupukan harus dilakukan secara efisien sehingga didapatkan produksi tanaman dan pendapatan yang diharapkan. Umbi ubikayu adalah tempat menyimpan sementara hasil fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman. Dengan demikian, pertumbuhan vegetatif yang berlebihan akibat dosis pemupukan yang tinggi dapat menurunkan hasil panen. Efisiensi pemupukan dipengaruhi oleh jenis pupuk, varietas, jenis tanah, pola tanam, dan keberadaan unsur lainnya di dalam tanah.
Tanaman kacang tanah tidak begitu respon terhadap pupuk. Walaupun demikian untuk memperoleh hasil yang optimal masih diperlukan tambahan pupuk kacang tanah berproduksi optimal pada lahan yang kandungan N, P dan K sedang serta mengandung cukup unsur Ca, Mg, Mn dan B. Dosis pupuk untuk tanaman kacang tanah, terutama P dan K tergantung dari status hara yang tersedia dalam tanah. Kriteria sifat kimia dar kandungan hara yang cukup untuk kacang tanah adalah pH (H2O): 6,6-7,5; C organik 2,0-3,0%; N total: 0,2-9,5%; P Oslon: 11,0-15,0 ppm; K : 0;4-0,7 me/100 g; dan Fe: 4,5 ppm.
Dosis pupuk NPK yang direkomendasikan untuk tanaman kacang tanah di lahan kering adalah 25-75 kg urea + 25-100 kg SP36 + 0-50 kg KCl/ha. Apabila pH tanah lebih dari 7, unsur mikro Fe (besi) tidak mudah tersedia bagi tanaman, sehingga mengakibatkan daun tanaman tumbuh kerdil dan tidak mampu membentuk polong. Cara mengatasi klorosis akibat kahat besi adalah dengan menyemprot besi chilat (senyawa besi), sebanyak 5-10 kg/ha, pada tanaman berumur 22 dan 45 hari. Pemberian Mg dan Ca berasal dari gipsum, dolomit atau dari kapur pertanian, juga diperlukan pada tanah yang kandungan Ca dan Mg-nya rendah. Pembenan kapur dengan dosis 500-1000 kg/ha ditaburkan sepanjang barisan tanaman dan dimasukkan ke dalam tanah. Unsur mikro Boron (B) bila kekurangan mengakibatkan bagian dalam keping biji berkerut berwarna coklat, sehingga biji kacang tidak bernas. Apabila tanah kekurangan Boron, dosis pupuk Boron adalah 0,5 hingga 1kg B per hektar.
Untuk pertanaman ubikayu sistem monokultur, disarankan pemberian pupuk anorganik sebanyak 200 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar yang diberikan sebanyak tiga tahap. Tahap I umur 7-10 hari diberikan 50 kg Urea, 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha, dan tahap II umur 2-3 bulan diberikan 75 kg Urea dan 50 kg KCl/ha, serta tahap III umur 5 bulan diberikan lagi 75 kg Urea/ha. Pupuk organik (kotoran ternak) dapat digunakan sebanyak 1-2 t/ha pada saat tanam. Sedangkan untuk pertanaman ubikayu sistem tumpangsari, pada tanaman ubikayu diberikan pupuk anorganik sebanyak 100 kg ZA, 150 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar yang diberikan sebanyak tiga tahap. Tahap I umur 7 hari diberikan 100 kg ZA, 100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha, dan tahap II umur 2 bulan diberikan 75 kg Urea, serta tahap III umur 4 bulan diberikan lagi 75 kg Urea dan 50 kg KCl/ha. Untuk tanaman kacangankacangan, diberikan pupuk pada saat tanam sebanyak 100 kg ZA, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl/ha (pada daerah beriklim kering) atau 300 kg kapur tohor, 50 kg Urea, 100kg SP36, 100 kg KCl/ha (pada daerah beriklim basah dan masam).
e) Pemeliharaan Tanaman
Kelemahan ubikayu pada fase pertumbuhan awal adalah tidak mampu berkompetisi dengan gulma. Periode kritis atau periode tanaman harus bebas gangguan gulma adalah antara 5-10 minggu setelah tanam. Bila pengendalian gulma tidak dilakukan selama periode kritis tersebut, produktivitas dapat turun sampai 75% dibandingkan kondisi bebas gulma. Untuk itu, penyiangan diperlukan hingga tanaman bebas dari gulma sampai berumur sekitar 3 bulan.
Pemeliharaan selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah pembatasan tunas. Pada saat tanaman berumur 1 bulan dilakukan pemilihan tunas terbaik, tunas yang jelek dibuang sehingga tersisa dua tunas yang paling baik. Sementara itu, pengendalian hama dan penyakit tidak perlu dilakukan karena sampai saat ini tanaman ubikayu tidak memerlukan pengendalian hama dan penyakit. Bila di lapangan diperlukan pengendalian hama penyakit, maka tindakan yang dilakukan sebagai beikut :
i. Tungau/kutu merah (Tetranychus bimaculatus) dikendalikan secara mekanik dengan memetik daun sakit pada pagi hari dan kemudian dibakar. Pengendalian secara kimiawi menggunakan akarisida.
ii. Kutu sisik hitam (Parasaissetia nigra) dan kutu sisik putih (Anoidomytilus albus) dikendalikan secara mekanis dengan mencabut dan membatasi tanaman sakit menggunakan bibit sehat. Pengendalian secara kimiawi menggunakan perlakuan stek insektisida sepeeti tiodicarb dan oxydemeton methil.
iii. Penyakit bakteri B. manihotis dan X.
manihotis menyerang daun muda dan P. solanacearum menyerang bagian akar tanaman sehingga tanaman layu dan mati. Pengendalian dapat dilakukan menggunakan varietas tahan/agak tahan.
iv. Penyakit lain adalah cendawan karat daun (Cercospora sp.),
perusak batang (Glomerell sp.), dan perusak umbi (Fusarium sp.). Pengendalian dianjurkan menggunakan larutan belerang 5%.
v. Penyakit virus mosaik (daun mengerting) belum ada rekomendasi pengendaliannya.
f) Masa Panen
Waktu panen yang paling baik adalah pada saat kadar karbohidrat mencapai tingkat maksimal. Bobot umbi meningkat dengan bertambahnya umur panen, sedangkan kadar pati cenderung stabil pada umur 7-9 bulan. Hal ini menunjukan bahwa umur panen ubikayu fleksibel. Tim Prima Tani (2006) menganjurkan panen pada saat tanaman berumur 8-10 bulan dan dapat ditunda hingga berumur 12 bulan. Fleksibelitas umur panen tersebut memberi peluang petani melakukan pemanenan pada saat harga jual tinggi. Dalam kurun waktu 5 bulan tersebut (panen 8-12 bulan) dapat dilakukan pemanenan bila harga jual ubikayu naik karena tidak mungkin melakukan penyimpanan ubikayu di gudang penyimpanan seperti halnya tanaman pangan lainnya. Selain itu, pembeli biasanya akan membeli ubikayu dalam bentuk segar yang umurnya tidak lebih dari 2x24 jam dari saat panen.
Sebagai contoh penelitian yang sudah berhasil yaitu penelitian di Banjarnegara pada thun 2007 dilakukan dengan menanam ubikayu dengan jarak tanam baris ganda (60cm x 70cm) x 2m dan (60cm x 70cm) x 2,6m. Kacang tanah ditanam diantara baris ganda ubikayu. Pada saat tanam kacang tanah MH II, ubikayu sudah berumur tiga bulan. Pada sistem tanam baris ganda (60cm x 70cm) x 2m dan (60cm x 70cm) x 2,6m populasi ubikayu masing-masing sekitar 105% dan 86% dibandingkan cara petani (monokultur) dengan jarak tanam 120cm x 80cm. Populasi kacang tanah pada kedua pola tersebut sekitar 70% dari populasi monokultur.
Dengan pola tanam seperti di atas maka indeks pertanaman yang semula hanya 200 berubah menjadi 256. Hal ini terjadi karena pada MT I, kacang tanah ditanam dengan populasi 100% dan ubikayu 86%, sedangkan pada MT II, kacang tanah ditanam dengan populasi 70%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan hasil kacang tanah yang ditanam di antara baris ganda ubikayu 2m lebih jelek dibandingkan pada jarak 2,6m, terutama disebabkan oleh tingkat naungan yang lebih tinggi. Hasil kacang tanah MH II pada sistem tanam ubikayu (60cm x 70cm) x 2m berkisar antara 98kg-114kg/ha polong kering, sedangkan pada sistem tanam ubikayu (60cm x 70cm) x 2,6m berkisar antara 676kg-924kg/ha polong kering (populasi kacang tanah 70%).
Hasil ubikayu pada sistem baris ganda (60cm x 70cm) x 2m (populasi ubikayu 105%) maupun (60cm x 70cm) x 2,6m (populasi ubikayu 86%) lebih tinggi dibandingkan cara petani. Berat umbi pada sistem baris ganda (60cm x 70cm) x 2m adalah 3,74kg/pohon atau 25,08% lebih tinggi dibandingkan cara petani (Gambar 3). Sedangkan hasil umbi dengan sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2,6 m adalah 56,86% lebih tinggi dibandingkan cara tanam petani (Gambar 4). Pada sistem baris ganda (60 cm x 70 cm) x 2,6 m meskipun populasi ubikayu hanya 86% dari cara petani akan tetapi umbi yang diperoleh 56,86% lebih tinggi sehingga kekurangan populasi ubikayu tersebut masih dapat dikompensasi dengan kenaikan hasil. Selain itu, menurut petani dengan cara tanam tersebut memudahkan perawatan ubikayu.

Sistem tumpangsari ubikayu dengan kacang tanah mempunyai beberapa keuntungan, yaitu: (1) Meningkatkan C-organik tanah, juga dapat memperbaiki sifat kimia tanah lainnya, (2) Tanaman kacang-kacangan dapat menyumbangkan sekitar 30 % N hasil dari proses fiksasi N kepada tanaman lainnya dalam sistem tumpangsari maupun rotasi. Tambahan dari residu akar tanaman legume sekitar 5-15 kg N/ha, (3) Menurunkan erosi sekitar 48% dan hasil umbi 20% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil ubikayu monokultur, (4) Meningkatkan efisiensi penggunaan lahan dan pendapatan petani, (5) Menjamin ketersediaan pakan ternak dan (6) Menjamin kelestarian lahan dan stabilitas hasil.
Di samping mempunyai beberapa keuntungan, sistem tumpangsari juga mempunyai kelemahan diantaranya adalah terjadinya kompetisi cahaya dan hara antara tanaman utama dan tanaman sela. Adanya kompetisi tersebut dapat menurunkan produktivitas tanaman utama dan tanaman sela. Dampak negatif dari pengaruh kompetisi tersebut dapat dikurangi dengan cara: (1) menyediakan hara sesuai kebutuhan tanaman utama dan tanaman sela, (2) menanam varietas yang daya kompetisinya tinggi, (3) mengatur populasi tanaman agar optimal, dan (4) memperpendek periode kompetisi. Periode kompetisi dapat diperpendek dengan mengatur jadwal tanam antara tanaman utama dan tanaman sela, hasil ubikayu dan kacang-kacangan mencapai 85% dan 90% dibanding tanam monokultur jika ubikayu ditanam pada 1 hingga 2 minggu setelah tanam kacang-kacangan.


BAB III
PENUTUPAN

Ubikayu merupakan salah satu tanaman pangan yang areal pertanamannya cenderung bertambah luas di masa mendatang. Hal ini disebabkan sebagian besar bagian tanaman (+ 60%>) dapat dikonsumsi, kalorinya tinggi, pertumbuhan tidak tergantung musim dan daya adaptasi pada keadaan lingkungan tinggi dan dapat dipanen sewaktu-waktu. Mengusahakan ubikayu, biaya produksinya rendah sebab kebutuhan tenaga kerja relatif sedikit, pemeliharaan tanaman mudah, risiko kegagalan kecil.
Sebaliknya, ubikayu merupakan tanaman yang banyak mengambil zat hara dari dalam tanah, sehingga perlu dipikirkan adanya tanaman lain seperti kacang-kacangan yang dapat ditanam secara tanam-ganda untuk mempertahankan atau meningkatkan kesuburan tanah. Selain itu ditinjau dari segi gizi, kacang-kacangan dapat merupakan sumber protein nabati bagi petani, sebagai pelengkap ubikayu yang miskin protein dan mineral.
Pola bertanam ubikayu secara tanam tunggal kurang efisein dalam penggunaan sumber daya tanah, air dan sinar matahari dibandingkan sistem tumpangsari (intercropping) dan tanamsisip (relay planting). Persaingan antara ubikayu dengan kacang-kacangan sejak tanam sampai umur tiga bulan tidak ada, baik dalam zat hara dan air maupun sinar matahari. Penanaman ganda antara ubikayu dengan kacang-kacangan kurang baik hasilnya jika kacang-kacangan sebagai tanaman sela ditanam pada saat yang bersamaan dengan saat tanaman ubikayu atau kalau ditanam setelah ubikayu berumur 4 minggu ke atas.




DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. www.Balitkabi.com Diambil pada tanggal 4 Oktober 2010 pada pukul 10.00 WIB.
Balitkabi. 2001. Deskripsi Varietas Unggul Ubikayu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang.
Balitkabi. 2005. Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. 36 hlm.
Soemarmo. 2008. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balitkabi. Malang.
Tim Prima Tani. 2006. Inovasi Teknologi Unggulan Tanaman Pangan Berbasis Agroekosistem Mendukung Prima Tani. Puslitbangtan Bogor; 40 hlm.
Wargiono, J., A. Hasanuddin, dan Suyamto. 2006. Teknologi Produksi Ubikayu Mendukung Industri Bioethanol. Puslitbangtan Bogor; 42 hlm.
 



0 komentar:

Posting Komentar