06.50
0

I.                   PENDAHULUAN
Penyuluhan berasal dari kata dasar suluh (obor atau pelita). Fungsi darisuluh  adalah untuk menerangi orang yang dalam kegelapan, yaitu orang yang tidak tahu sekelilingnya menjadi tahu atau membimbing orang yang tidak tahu untuk mencapai tujuan yang diharapkannya (Purwoko et al., 2007). Rifai (2000) dalam Purwoko et al.(2007) mendeskrifsikan Penyuluhan pertanian sebagaisistem pendidikan luar sekolah  (non-formal education) bagi pembangunan perilaku petani dan keluarganya termasuk kelembagaannya agar mereka dapat memahami dan memiliki kemampuan dan kesempatan dalam mengelola usahataninya dan mampu berswadaya sehingga dapat memberikan keuntungan dan memuaskan bagi kehidupannya.
Sektor pertanian tercakup di dalamnya sistem penyuluhan pertanian pada saat ini sedang mengalami perubahan menyesuaikan dan mentransformasikan dengan iklim global yang sedang berlangsung. Seiring perubahan global dan isu lingkungan strategis, layanan penyuluhan pertanian juga mengalami perubahan - perubahan. Subejo (2002) mengindikasikan bahwa transformasi penyuluhan pertanian sedang berlangsung di seluruh dunia. Perubahan terjadi pada organisasi, sistem penugasan, dan praktek sistem penyuluhan pertanian dan pedesaan.
Isu-isu strategis yang dihadapi dalam proses pembangunan di berbagai negara termasuk di dalamnya pembangunan pertanian dan pedesaan antara lain mencakup desentralisasi, liberalisasi dan privatisasi serta demokratisasi (Nauchatel, 1999). Suatu konsekuensi logis bagi penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama dalam pembangunan pertanian adalah perumusan strategi mensikapi isu strategis tersebut. Konsekuensi serta strategi baru tersebut semestinya mendapat perhatian dan pemikiran yang mendalam sehingga penyuluhan pertanian tetap memiliki komitmen kuat memberikan pelayanan terbaik pada petani dengan sasaran akhir peningkatan kesejahteraan petani.
Subejo (2006) mengindikasikan Kinerja dan aktivitas penyuluhan pertanian yang menurun antara lain disebabkan oleh: perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dengan daerah dan antara eksekutif dengan legislatif terhadap arti penting dan peran penyuluhan pertanian, keterbatasan alokasi anggaran untuk kegiatan penyuluhan pertanian dari pemerintah daerah, ketersediaan materi informasi pertanian terbatas, penurunan kapasitas dan kemampuan managerial dari penyuluh serta penyuluh pertanian kurang aktif untuk mengunjungi petani dan kelompoknya, kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan proyek. Penyuluhan pertanian di Indonesia memerlukan strategi dalam menhadapi era globalisasi dan perdagangan bebas. Menjadi hal yang menarik untuk dibahas strategi apa saja yang dapat dilakukan dalam menjaga kinerja peyuluhan pertanian di Indonesia. Terciptanya penyuluhan pertanian yang baik akan mengakibatkan pebangunan pertanian yang berkelanjutan dapat dicapai.


























II.                PEMBAHASAN

Privatisasi Penyuluhan Pertanian
1.         Pengertian Privatisasi Penyuluhan
Privatisasi sebagai pengalihan kepemilikan (melalui penjualan) dari pemerintah kepada lem-baga swasta.  Sejalan dengan itu, Feder (2000) mengartikan “privatisasi penyuluhan” sebagai pengalihan kewenangan kegiatan penyuluhan kepada lembaga swasta/ LSM,  lembaga penyiaran swasta, perusahaan swata, media-masa, dan partisipasi stakeholders yang lain.  Meskipun demikian, jarang sekali terjadi penyerahan penyuluhan secara penuh oleh pemerintah.
Karena itu, Swanson (1997) mengartikan “privatisasi penyuluhan” sebagai upaya peningkatan partisipasi pihak swasta, tanpa adanya pengalihan kepemilikan atau tanggung-jawab penyuluhan dari pemerintah.
2.         Alasan dilakukannya privatisasi
Alasan utama yang mendorong perlunya privatisasi penyuluhan adalah, penghematan biaya penyuluhan yang harus ditanggung oleh pemerintah.
Besarnya pembiayaan tersebut, tidak saja diperlukan untuk pembiayaan personil,  tetapi juga pembiayaan manajemen dan operasional yang menyangkut:
·      produksi dan distribusi materi penyuluhan
·      kegiatan percobaan/pengujian-lokal
·      kegiatan alih-teknologi, yang dilakukan melalui: kampanye, pelatihan, pertemuan kelompok, dll.
·      perlengkapan (alat bantu dan alat peraga) penyuluhan
·      transportasi dan perjalanan petugas
Padahal, penerima manfaat penyuluhan tidak hanya terbatas pada petani sebagai pelaksana-utama pembangunan pertanian, tetapi juga para produsen (benih, pupuk, pestisida, alat & mesin pertanian), lembaga-kredit, biro-iklan, dan pelaku bisnis pertanian yang lain.
Alasan kedua, terkait dengan mutu atau profesionalisme penyuluh dan kegiatan penyuluhan yang dilakukan.
Seiring dengan kemajuan ilmu-pengetahuan dan teknologi, setiap penyuluh dituntut untuk terus-menerus mengembangkan profesionalismenya, terutama yang terkait dengan pengua-saan ilmu dan ketrampilan menyuluh, melalui pelatihan, penataran, kunjungan-lapang, konsultasi dengan pakar, pembelian buku/jurnal-ilmiah/majalah-pertanian, dan penggunaan internet. Tetapi, karena keterbatasan dana yang dapat disediakan oleh pemerintah, kegiatan-kegiatan seperti di atas jarang dapat dikerjakan.
        Di pihak lain, kegiatan penyuluhan juga perlu pembaharuan dan pengembangan, yang menyangkut:
a.       materi yang disampaikan, tidak  terbatas pada teknik budidaya, tetapi harus diperluas mencakup: majaemen agrobisnis, kewirausahaan, bahkan pendidikan politik untuk petani.
b.      metoda dan teknik penyuluhan
c.       media dan perlengkapan penyuluhan yang lebih “modern” dan menarik peminat penyuluhan.
d.      Dan lain-lain yang kesemuanya itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, yang tidak mungkin hanya menggantungkan keuangan peme-rintah.
Alasan ketiga, adalah yang terkait dengan politisasi kegiatan penyuluhan pertanian. Karena kegiatan penyuluhan merupakan kegiatan: menarik-perhatian, pembujukan dan membantu/memfasilitasi (masya-rakat) petani, maka kegiatan penyuluhan dapat dijadikan alat politik-praktis dari kelompok-kelompok kepentingan  baik yang sedang berkuasa maupun kelompok-oposisinya.  Sehingga, tidak jarang penyuluhan pertanian tidak lagi dilaksanakan dengan mengacu kepada kebutuhan peningkatan produktivitas, pendapatan, dan kesejahteraan petani, tetapi seringkali lebih mengacu kepada kepentingan politis penguasa. Sehubungan dengan itu, privatisasi penyuluhan pertanian diha rapkan dapat lebih mengacu kepada kebutuhan dan kepen-tingan petani, karena petani memiliki hak memilih kegiatan penyuluhan yang benar-benar bermanfaat bagi kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakatnya. 
3.         Bentuk-bentuk privatisasi adalah:
     Di atas telah dikemukakan bahwa, dalam praktek, jarang dapat dilakukan privatisasi secara penuh.  Berkaitan dengan itu,  terdapat model-model privatisasi yang telah dicoba untuk dikembangkan di beberapa negara, yaitu:
Ø  Pembiayaan penyuluhan oleh pembayar pajak, yang terkait dengan kegiatan pertanian, seperti: produsen, peda-gang, biro-iklan, dll.
Ø  Pembayaran langsung oleh individu-individu yang melakukan kegiatan “pelayanan” masyarakat.
Ø  Pembayaran bersama antara pemerintah dan asosiasi pro-fesional swasta.
Terkait dengan hal tersebut, diperlukan kebijakan yang menyangkut:
a)      Peraturan pajak umum berbasis pertanian (termasuk untuk kegiatan penyuluhan pertanian)
b)      Peraturan pajak-komoditi
c)      Pajak pendapatan, terutama kepada “petani-kaya” atau asosiasi/kelompok-tani komersial
d)     Kontrak (kerjasama) penyuluhan dengan pihak swasta (konsultan) atau LSM.
Tentang hal ini, terdapat beberapa bentuk insentif yang diberikan pemerintah berupa:
a.       Voucher/penghargaan kepada petani yang melakukan/ter-libat dalam kegiatan penyuluhan pertanian.
b.       Insentif  kredit usahatani, yaitu sebagian bunga kredit yang dialokasikan untuk kegiatan penyuluhan
c.       Kartu-keanggotaan (membership) bagi petani, untuk memperoleh layanan penyuluhan pertanian.
d.      Kartu-keanggotaan dan sponsor untuk kegiatan-kegiatan penyuluhan pertanian
e.       Privatisasi, yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan penyuluhan dan atau pemberian dana kepada kelompok-tani untuk penyelenggaran penyuluhan.
4.         Manfaat privatisasi penyuluan
Melalui privatisasi, terbukti mampu menghemat pembiayaan yang sebelumnya harus ditanggung oleh pemerintah.  Di Jerman, misalnya, ternyata pengurangan pembiayaan terse-but dapat mencapai lebih dari 50%. Di samping itu, melalui privatisasi ternyata dapat diperoleh beragam manfaat yang lain, seperti:
a.    Kecepatan kebutuhan akan perubahan.
Kegiatan penyuluhan yang tidak lagi tersentralistis melalui privatisasi, yang ternyata juga lebih profesional dan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh (masyarakat) petani, terbukti mampu mempercepat kebutuhan petani akan perubahan.
b.   Penyuluhan yang dilakukan oleh pihak swasta/LSM terbukti lebih cepat menumbuh-kembangkan swadaya masyarakat.
Hal ini terjadi, karena:
·      Penyuluhan oleh dan dibiayai pemerintah, lebih cenderung bersifat “karitatif” yang justru menciptakan ketergantungan atau mendidik masyarakat tetap jadi “pengemis”.
·      Penyuluhan oleh swasta/LSM diupayakan untuk sege-ra menumbuhkan swadaya masyarakat, agar pembia-yaan dan korbanan lain yang diperlukan segera dapat ditekan.
c.    Penyuluhan pertanian yang dilakukan melalui privatisasi, ternyata lebih menjamin keberlanjutan penyuluhan itu sendiri.
Hal ini disebabkan karena, berbeda dengan penyuluhan oleh pemerintah yang lebih tergantung kepada anggaran negara (APBN/APBD) yang dirancang per tahun, penyu-luhan oleh swasta/LSM seringkali dirancang dalam bentuk kegiatan “multi years”.
5.        Tujuan Privatisasi
a.    Meningkatkan efisiensi dan investasi di bawah pengelolan manajemen swasta;
b.    Meningkatkan pendapatan BUMN yang diprivatisasi sebagai perubahan peran pemerintah dari pemilik badan usaha menjadi regulator;
c.    Mendorong sektor swasta untuk lebih berkembang dan meluaskan usahanya pada pelayanan publik; dan
d.   Untuk mempromosikan pengembangan pasar modal nasional.
6.        Kelemahan Privatisasi
Akses terhadap sumber penyuluhan menjadi tidak sama karena keberagaman perusahaan dan kesulitan berkoordinasi dengan kelompok luar dan departemen pemerintah. Agen penyuluhan pertanian swasta akan lebih berorientasi pada komersialisasi dan kurang bertanggung jawab terhadap arah kebijakan yang dibuat pemerintah.

















III.          KESIMPULAN
Privatisasi sebagai pengalihan kepemilikan (melalui penjualan) dari pemerintah kepada lembaga swasta.  Sejalan dengan itu, Feder (2000) mengartikan “privatisasi penyuluhan” sebagai pengalihan kewenangan kegiatan penyuluhan kepada lembaga swasta/ LSM,  lembaga penyiaran swasta, perusahaan swata, media-masa, dan partisipasi stakeholders yang lain.  Meskipun demikian, jarang sekali terjadi penyerahan penyuluhan secara penuh oleh pemerintah. Alasan utama yang mendorong perlunya privatisasi penyuluhan adalah, penghematan biaya penyuluhan yang harus ditanggung oleh pemerintah. Adapun manfaat dari perlunya privatisasi penyuluhan yaitu melalui privatisasi, terbukti mampu menghemat pembiayaan yang sebelumnya harus ditanggung oleh pemerintah. Tujuan utama dilakukan privatisasi adalah meningkatkan efisiensi dan investasi di bawah pengelolan manajemen swasta. Namun, privatisasi juga memiliki kelemahan dimana akses terhadap sumber penyuluhan menjadi tidak sama karena keberagaman perusahaan dan kesulitan berkoordinasi dengan kelompok luar dan departemen pemerintah.




DAFTAR PUSTAKA

Feder, G. 1999. Agricultural Extension- Generic Challenges and Some Ingridient for Solutions.
Mardikanto, Totok. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: UNS-Press.
Mardikanto, T. dan Sri Sutarni, 1982. Pengantar Penyuluhan Pertanian. Surakarta: Hapsara.
Soediyanto, 2001. Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Dalam Pembangunan Sistem Dan Usaha Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian.
Swanson, 1984. Agricultural Extension Manual. Rome: FAO.
Wiriatmadja, S. 1973. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yasaguna.

0 komentar:

Posting Komentar